Friday, October 31, 2008

Campak Hilang, Tidur Nyaman

Sampai pagi tadi, Alhamdulillah campak Danin sudah berangsur pulih. Merah-merah yang kaya pulau-pulau kecil di perut, punggung dan muka Danin sudah mulai hilang. Kalo diliat lebih seksama, seperti ada bekas warna coklat sangat muda disana. Ah, mudah-mudahan warna ini hilang seiring dengan sembuhnya Danin dari campak. Biar muluuuusss lagi kulit Danin ya Nak..

Alhamdulillah selama campaknya muncul, Danin engga rewel-rewel banget. Paling kalo pas ngantuuuk banget atau pas gatel ituh. Duh, mesti dijaga tangannya supaya nggaruknya ngga terlalu semangat. Salah satu untuk mencegahnya ya dengan motongin kuku tangan Danin. Jadi kalo mau garuk-garuk, seengganya ngga sampe melukai kulit lah.

Kalo malem, jadwal bangun Danin juga nyaris seperti biasanya. Memang sih rada sering, tapi biasanya ngga lama-lama. Paling disodorin nenen, ngenyot bentar trus langsung balik badan, munggungin aku, trus blek, tidur lagi deh. Atau kalo masih berasa haus, ntar balik lagi menghadap emaknya. Gitu aja tuh. Kalo udah nyaman banget, biasanya kepalanya sampe nyungsep ke sebelah bantal atau guling. Nah, kalo udah gitu sih biasanya itu udah nyaman banget bobonya.

Ngga jauh beda sama Faza waktu seumuran Danin. Sukanya nyelimpet diantar bantal dan guling. Bahkan sampe sekarang pun, Faza masih suka banget tuh. Kalo udah nyusruk gitu, biasanya agak susah kalo mau lasak, hehehe..

Yang juga sama adalah soal keringetnya pas tidur. Biar kata AC udah dingin, bahkan untuk ukuranku duwingin banget, tetep aja kepala mereka berdua suka basah, keringetan. Bantalnya juga ikutan anyep. Tapi kan ngga mungkin kalo mocnong ACnya diarahkan langsung ke badan dong. Jadi ya sutralah, rajin-rajin aja ngelap keringet biar tidur Faza dan Danin tetep nyaman.

Weehhh. lha ini cerita soal pulihnya Danin dari campak kok sampe nyasar ke gaya tidur yah..

Wednesday, October 29, 2008

Bulang Kembali

Ngga banyak cerita soal Bulang di blog ini. Seingetku cuma kesebut beberapa kali aja. Hhhmm.. Bulang adalah panggilan Faza dan Danin buat Bapaknya si Ayah, Bapak mertuaku. Kakeknya Faza dan Danin.

Selama ini Bulang tinggal di Medan. hanya saat acara-acara tertentu Bulang biasanya datang ke Jakarta. Terakhir, sekitar setahun lalu, pas Bunda Kiki nikahan. Bulang sendiri yang menikahkan. Waktu itu juga, Faza yang udah kenal Bulang, sering berduaan aja sama Bulang. Atau ngga berempat sama Kak Zahra dan Kak Dika, sepupu Faza. Danin masih kugendong-gendong di perut.

Tapi kini Bulang sudah ngga lagi bersama kami lagi. Allah memanggil Bulang kembali pada Kamis malam, 16 Oktober sekitar jam 23.15 di Medan. Usianya sekitar 79 tahun.

Bulang meninggal karena sakit asma dan sesak napas. Udah beberapa lama, Bulang selalu membawa serta alat semprot yang kaya buat asma itu, mengantisipasi jika sesaknya datang. Tapi Bulang ngga pernah mau 'ngalah' sama sakitnya. Contohnya ketika menikahkan Bunda Kiki yang berlangsung di masjid dan lesehan, Bulang memaksa tetep ikut duduk lesehan. Padahal duduk lesehan begitu tentu sangat menyesakkan buat Bulang, tapi Bulang menolak duduk di kursi.

Di rumahnya di Medan, katanya kamar Bulang juga sudah disulap untuk memenuhi kebutuhan Bulang kola sakitnya kambuh. Ada tabung oksigen yang tersedia di kamar. Aku sendiri belum pernah ke rumah Bulang di Medan. Denger cerita dari Nenek dan Bunda yang udah kesana.

Kabar duka kuterima tengah malem. Kami sedang nginep di Cipinang. Si Ayah berangkat ke Medan hari Rebonya bareng Bunda Ade karena dikabari Bulang kritis. Begitu telpon rumah bunyi, langsung deegg.. firasatku bilang, "dari Medan nih..". Ah bener juga, di seberang telpon, si Ayah cuma bilang, "Bulangnya Faza sudah ngga ada..".

Selama ini, jarang sekali ketemu Bulang karena terpisah jarak. Tapi malem itu, rasa kehilangan begitu berasa. Abis telpon ditutp sih masih belum kenapa-kenapa. Waktu aku ngetuk kamar Uti untuk ngasi tau soal ini juga masih biasa. Kebetulan Akung lagi dinas di Medan. Ah, semuanya serba pas dan kebetulan rasanya. Abis sholat, langsung deh runtuh pertahanan mataku.

Apalagi waktu kulihat Faza dan Danin, kubisikkan ke mereka berdua kalo Bulang sudah ngga ada, rasa kehilangan itu begitu terasa. Pertemuan yang hanya beberapa kali dengan Bulang plus banyak cerita soal Bulang, menyisakan rasa kehilangan yang begitu dalam.

Waktu si ayah datang dari Medan, cerita-cerita tentang Bulang hingga prosesi pemakamannya mengobati rasa kehilanganku. Alhamdulillah semuanya lancar. Semoga ALlah melapangkan jalan Bulang di kubur, Allah ampuni segala salah Bulang dan menerima segala amal Bulang. Amien..

Tuesday, October 28, 2008

Tentang Campak

Dari tabloid Nakita.

JANGAN ANGGAP ENTENG CAMPAK

Campak hanya akan menulari sekali dalam seumur hidup. Bisa terjadi
pada anak-anak yang masih kecil maupun yang sudah besar. Bila daya
tahan tubuh kuat, bisa saja anak tidak terkena campak sama sekali.

"Hati-hati, lo, sekarang musim tampek. Kemarin saja anak tetangga saya
kena. Sekarang anak saya ketularan. Di seluruh tubuhnya timbul
bercak-bercak merah dan badannya panas sekali," begitu peringatan
seorang ibu kepada teman-temannya. Apa sih yang dimaksud dengan tampek
itu? Dijawab oleh dr. Asti Praborini, SpA., yang akrab disapa Rini,
tampek tak lain adalah campak.

"Tampek merupakan bahasa Jawa namun istilah Indonesianya adalah
campak. Sedangkan orang dari Irian menyebutnya serampah. Dalam bahasa
latin disebut sebagai morbili atau rubeolla. Sementara dalam bahasa
Inggris, measles," tutur spesialis anak dari RS MH Thamrin
Internasional, Jakarta ini.

PENYEBAB CAMPAK

Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada
awalnya, gejala campak agak sulit dideteksi. Namun, secara garis besar
penyakit campak bisa dibagi menjadi 3 fase. Fase pertama disebut masa
inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari. Pada fase ini, anak
sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apa
pun. Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar.
Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip
penyakit flu, seperti batuk, pilek, dan demam. Mata tampak
kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu, mata akan silau
(photo phobia). Di sebelah dalam mulutmuncul bintik-bintik putih yang
akan bertahan 3-4 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. Satu-dua
hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40,5
derajat Celcius.

Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan
demam tinggi yang terjadi. Namun, bercak tak langsung muncul di
seluruh tubuh, melainkan bertahap dan merambat. Bermula dari belakang
kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya pun khas; merah
dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.

Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut
makulopapuler. Biasanya bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu
sekitar satu minggu. Namun, ini pun tergantung padadaya tahan tubuh
masing-masing anak. Bila daya tahan tubuhnya baik maka bercak merahnya
tak terlalu menyebar dan tak terlalu penuh. Umumnya jika bercak
merahnya sudah keluar, demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun makin lama menjadi kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi),
lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini merupakan masa
penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.

CARA PENULARAN

Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat
cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang
terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa fase
kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Sayangnya, masih
ada anggapan yang salah dalam masyarakat akan penyakit campak.
Misalnya, bila satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota
keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Alasannya,
bukankah campak hanya terjadi sekali seumur hidup? Jadi kalau waktu
kecil sudah pernah campak, setelah itu akan aman selamanya. Ini jelas
pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan.
Apalagi dampak campak cukup berbahaya.

Anggapan lain yang patut diluruskan, yaitu bahwa bercak merah pada
campak harus keluar semua karena kalau tidak malah akan membahayakan
penderita. Yang benar, justru jumlah bercak menandakan ringan-beratnya
campak. Semakin banyak jumlahnya berarti semakin berat penyakitnya.
Dokter justru akan mengusahakan agar campak pada anak tidak menjadi
semakin parah atau bercak merahnya tidak sampai muncul di sekujur tubuh.

Selain itu, masih banyak orang tua yang memperlakukan anak campak
secara salah. Salah satunya, anak tidak dimandikan. Dikhawatirkan,
keringat yang melekat pada tubuh anak menimbulkan rasa lengket dan
gatal yang mendorongnya menggaruk kulit dengan tangan yang tidak
bersih sehingga terjadi infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah.
Sebaliknya, dengan mandi anak akan merasa nyaman.

PENGOBATAN GEJALA

Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam
yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak
mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan
diatasi dengan mengobati batuknya. Dokter pun akan menyiapkan obat
antikejang bila anak punya bakat kejang.

Intinya, segala gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak,
maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa
terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan
sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila
setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik.
Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena
mungkin sudah ada komplikasi.

Komplikasi dapat terjadi karena virus campak menyebar melalui aliran
darah ke jaringan tubuh lainnya. Yang paling sering menimbulkan
kematian pada anak adalah kompilkasi radang paru-paru (broncho
pneumonia) dan radang otak (ensefalitis). Komplikasi ini bisa terjadi
cepat selama berlangsung penyakitnya.

Gejala ensefalitis yaitu kejang satu kali atau berulang, kesadaran
anak menurun, dan panasnya susah turun karena sudah terjadi infeksi
"tumpangan" yang sampai ke otak. Lain halnya, komplikasi radang
paru-paru ditandai dengan batuk berdahak, pilek, dan sesak napas.
Jadi, kematian yang ditimbulkan biasanya bukan karena penyakit campak
itu sendiri, melainkan karena komplikasi. Umumnya campak yang berat
terjadi pada anak yang kurang gizi.

PENANGANAN YANG BENAR

Inilah yang dianjurkan Rini:

* Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya
berat atau sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.

* Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan
penyakitnya kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang
belum mendapat imunisasi campak.

* Beri penderita asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk
meningkatkan daya tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna,
karena anak campak rentan terjangkit infeksi lain, seperti radang
tenggorokan, flu, atau lainnya. Masa rentan ini masih berlangsung
sebulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh penderita yang masih lemah.

* Lakukan pengobatan yang tepat dengan berkonsultasi pada dokter.

* Jaga kebersihan tubuh anak dengan tetap memandikannya.

* Anak perlu beristirahat yang cukup.

PENTINGNYA IMUNISASI CAMPAK

Semua penyakit yang disebabkan virus bersifat endemis. Artinya bisa
muncul kapan saja sepanjang tahun, tidak mengenal musim. Oleh karena
itu, menurut Rini, campak pada anak perlu dicegah dengan imunisasi.
Apalagi campak banyak menyerang anak usia balita. Seharusnya, vaksin
campak tak memiliki efek samping, tapi karena vaksin dibuat dari virus
yang dilemahkan, maka bisa saja satu dari sekian juta virusnya
menimbulkan efek samping. Umpamanya, setelah diimunisasi campak, anak
jadi panas atau diare.

Sebenarnya bayi mendapatkan antibodi dari ibunya melalui plasenta saat
hamil. Namun, antibodi dari ibu pada tubuh bayi itu akan semakin
menurun pada usia kesembilan bulan. Lantaran itu, pemberian imunisasi
campak dilakukan di usia tersebut. Kemudian, karena tubuh bayi di
bawah 9 bulan belum bisa membentuk kekebalan tubuh dengan baik maka
pemberian vaksinasi campak diulang di usia 15 bulan dengan imunisasi
MMR (Measles, Mumps and Rubella). Dengan vaksinasi ini diharapkan
bilapun anak terkena campak, maka dampaknya tidak sampai berat atau
fatal karena tubuh sudah memiliki antibodinya.

Hanya saja, karena saat ini terdapat kecurigaan bahwa bahan pengawet
pada vaksin MMR dapat memicu autisme, akhirnya pemberian imunisasi
campak tidak diulang. Menurut Rini, kekhawatiran itu tidak perlu ada
lagi jika anak sudah mencapai usia tiga tahun dan mengalami proses
tumbuh kembang yang normal. "Sebaiknya anak divaksinasi saja. Boleh
ditunda tapi jangan sampai ditiadakan. Sampai besar pun masih bisa
divaksinasi. Lebih baik mencegah daripada mengobati."

BEDANYA DENGAN CAMPAK JERMAN

Campak Jerman atau rubela berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak
jerman jarang terjadi dan dampaknya tak sampai fatal. "Kalaupun ada
biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5 sampai 14
tahun," kata Rini.

Gejalanya hampir sama dengan campak biasa, seperti flu, batuk, pilek
dan demam tinggi. Namun, bercak merah yang timbul tidak akan sampai
terlalu parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari. Nafsu makan
penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa.

Yang perlu dikhawatirkan jika campak jerman ini menyerang wanita hamil
karena bisa menular pada janin melalui plasenta (ari-ari). Akibatnya,
anak yang dilahirkan akan mengalami sindrom rubela kongenital. Mata
bayi akan mengalami katarak begitu lahir, ada ketulian, dan ada
pengapuran di otak, sehingga anak bisa mengalami keterbelakangan
perkembangan.

Jadi, setiap anak perempuan sebaiknya mendapat vaksinasi rubela untuk
melindungi janinnya bila ia hamil kelak. Pada anak perempuan kekebalan
ini nantinya akan diturunkan kepada bayinya hingga berusia 9 bulan.
Rini pun memandang perlunya vaksinasi rubela pada pria, karena campak
jerman yang mungkin menjangkitinya bisa menulari sang istri yang
tengah hamil.

Danin Kena Campak

Danin kena campak. Setelah aku dan ayahnya membawa Danin tadi pagi ke dokter di kompleks, merah-merah yang kaya biang keringat itu dinyatakan sebagai campak. Meski Danin sudah dapet imunisasi campak seminggu setelah Lebaran lalu, kata tante dokter, tetep bisa kena campak. Ada yang disertai demam tinggi, ada yang demamnya sedang, ada juga yang tanpa demam. Nah, Danin ini termasuk yang terakhir karena demamnya udah datang duluan sejak akhir pekan lalu. Dikasi obat oral dan untuk luar, cukup dikasi bedak Salycil aja.

Sejak Senin sore kemaren, dari laporan si Mba, di perut dan muka Danin ada merah-merah kaya biang keringat. Sebelumnya Danin memang sempet demam. Demamnya pun on off gituh, jadi demam di sebagian tubuh aja, trus abis itu adem lagi. Hari Minggu siang itu malah kondisinya udah adem banget, udah main-main lagi meski belum dengan kekuatan penuh. Apalagi Uti dan Om Ardi main ke rumah. Sosialisasinya engga lama-lama karena memori Danin masih lekat, terutama sama Uti. Malemnya pun tidurnya cepet, mungkin kecapean setelah main terus. Tapi pas kebangun sekitar jam 23, kok bagian kepalanya berasa anget yah. Kupikir sih tadinya karena hawa kamar dingin karena AC atau karena kondisi Danin yang baru bangun tidur. Tapi ah, naluriku mengatakan, suhunya lebih tinggi dari biasanya. Sementara bagian tangan dan kaki mah masih tergolong adem. Malam itu, tidur Danin pun ngga bisa nyenyak banget karena beberapa kali bangun.

Trus Senin pagi, meski masih rada lemes, suhu Danin mulai mendingan. Bahkan abis mandi pagi, diajak jalan keluar bentar sampe tidur, itu suhu Danin udah kembali normal. Bahkan sampe siangnya pun aku telpon ke rumah, kata Mbanya, suhu Danin tetep stabil. Ufffhh.. taunya malem pas kutelpon lagi, ada laporan soal merah-merah itu.

Cepet sembuh ya Danin sayang..

Wednesday, October 22, 2008

Cerita Lebaran

Duuuu.. lama sekali ngga ngupdate blog. Maafkyaan. Kelamaan libur kali pas Lebaran lalu, sampe-sampe, updatenya ngga jalan-jalan juga sampe sekarang. Huhuhuhu..

Lebaran lalu kami habiskan di rumah Nenek di Pasar Minggu. Meski yang nginep ngga semuanya tapi pas Lebaran tiba, semua datang jadi rame lah. Sementara dari keluarga besarku, Uti, Akung, Ate dan Om Ari plus Om Ardi mudik semua ke Djogdja. Ate sama Om Ari nyusul pas Lebaran hari pertama. Hiks, padahal pingin juga ke Djogdja, tapi belum memungkinkan. Insya Allah tahun depan Lebaran di Djogdja. Kalo bisa mah sebelum Lebaran, ada waktu juga untuk liburan kesana sekalian rombongan sama Ayah, Faza dan Danin, huehehehe..

Hari pertama Lebaran kami habiskan di Pasar Minggu, nerima tamu-tamu Nenek yang sebagian besar masih sodara. Trus malemnya, langsung deh ngacir semuanya ke rumah Nenek di Cisarua. Auuwww.. indahnyaa.. Udah diniatin lama memang untuk Lebaran ke rumah Nenek di Cisarua ini. Awalnya malah mau sekalian aja hari H-nya diatas. Cuma dengan berbagai pertimbangan, akhsirnya diputuskan malem baru berangkat. Kenapa malem? Nah, itu juga ngga jauh karena arah Puncak itu kan jadi langganan macet tuh kalo pas Lebaran begini. Entah orang yang mau ke Bandung atau wilayah lain, atau yang pingin sekedar libur Lebaran aja ke Puncak. Dan beneran brasa loh, kami melenggang dengan nyaman. Cuma sesekali agak tersendat tapi ngga sampe manyun karena macet.

Paginya, keluarga Uni I, kakak Ayah paling tua plus keluarga Yopi, sepupu Ayah, datang. Masih sangat pagi, sekitar jam setengah tujuh. Tujuannya juga sama, untuk menghindari macet. Kalo siang dikit aja, wah bisa-bisa baru Zuhur deh sampe rumah Nenek. Wah Faza seneng banget begitu Dika, kakaknya dateng. Lengket kemana-mana ngikuuuutt terus. Sementara Dika yang sudah kelas 6 SD, gaulnya seringan sama Bunda Ayu, adiknya Ayah. Hehehehe.. mulai remaja soalnya. Jadilah bertiga sama Faza sering kesana kemari barengan. Kalo ngga ya duaan aja sama Dika. Sampe Faza ngapalin sebuah lagu dari ring tone di hp Bundanya. Duileee.. lagunya itu lo, lagu 'Pocong' judulnya. Musiknya ajep ajep deh. Duuuhh..

Lumayan juga kami di Cisarua. Dateng Rabu malam, baru Sabtu pagi kami turun. TUrunnya pun pagi-pagi untuk menghindari kemungkinan jalur buka tutup di Puncak. Eh bener juga tuh, kalo saja kami turun lewat dari jam 9 pagi, kemungkinan besar bakal dialihkan ke jalur lain. Untunglah kami keluar jam 8-an, jadi masih bisa melenggang di jalanan biasa. Sementara, rombongan kendaraan yang ke arah Puncak mulai padat, bahkan sampe keluar pintu tol Ciawi, sudah brenti ti. Ckckckck.. Ngga kebayang deh..

Kami mampir dulu ke Taman Mini, ke kantor Bunda Ade. Lumayan, bisa menikmati fasilitas di Taman Mini. Kami milih naik kereta gantung, ngeliat akuarium air tawar trus ke museum Purna Bhakti dan nonton di Teater Imax Keong Emas.

Diantara sekian banyak yang kami pilih, di akuarium air tawar itu sungguh 'cobaan' deh. Orangnya buwanyaaakk banget. Apalagi kami kesana pas matahari persis diatas kepala. AC yang ada di ruangan aja ngga sanggup melawan banyaknya orang yang ada didalam. Ffuuiihh.. Kamipun pilih cepet-cepet keluar daripada berebut oksigen didalam ruang yang pengap.

Yang paling nyenengin tentu saja di museum Purna Bhakti. Ini museum isinya kado-kado buat Soeharto dan keluarga dari kolega. Juga foto-foto dari jaman SOeharto muda sampe saat berkuasa. Sebagian besar kado hasil tuker-tukeran dengan tamu negara lain. Ada juga kado nikahan Mba Tutut dari para Dubes. Banyak lah. Nah, enaknya sih karena ngga banyak pengunjung di museum ini. Barangnya sih bagus-bagus deh karena banyak yang asli bikinan daerah asal si tamu. Yaeyalah, secara ini kan kado waktu Soeharto masih berkuasa gitu loh. Hhmm.. entah yah, di seluruh Taman Mini, yang namanya museum itu dikit banget peminatnya. Kenapa yah? Padahal menarik lo museum itu. bahkan kami waktu itu rencananya juga mau ngelongok museum Iptek, cuma batal aja karena waktunya terbatas dan udah kecapekan. Saking minimnya peminat museum, sampe-sampe soal ini pernah dibikin laporan panjangnya sama temen kantorku.

Sampe rumah Nenek di Pasar Minggu, bener-bener udah lelah. Tinggal tidurnya aja. Hari Minggunya, kami boyongan ke rumah Uti di Cipinang. Soalnya ayahnya mulai kerja hari Senin. Meski aku masih cuti sampe Selasa, tapi tetep aja mesti ke Cipinang. Selain untuk berlebaran, juga untuk sosialisasi Danin sama Mala yang bakal njagain kalo aku udah mulai ngantor. Gimana lagi, yakin banget soalnya Mba-mba asistenku belum pada balik. Baru balik lagi akhir pekannya.

Soal Mba, selalu ada cerita pas abis Lebaran. Kali ini, meski tetep berdua, tapi salah satu asistenku ganti orang. Karena yang satunya memilih ngga balik untuk ngambil ijazah, maka ada pergantian pemain. Ngga papalah, yang penting ada asisten yang siap mbantu. Lagipula yang baru ini masih sodaraan kandung sama Mba yang lama dan udah pernah kerja pula.

Setelah dua pekan ngekos di rumah Uti, akhirnya baru akhir pekan lalu kami kembali ke rumah. Ohhh.. betul-betul home sweet home. Amboi..