Thursday, March 29, 2007

Budak Sumba

Kalo pernah ke Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, mungkin Anda akan ketemu dengan sebuah adat turun temurun yang masih berlaku. Urusannya terkait dengan perbudakan. Ini karena disana memang masih banyak yang menjalankan adat seperti ini. Jadi masyarakat masih memegang kuat adanya kasta. Tertinggi adalah Maramba, trus Kabihu, terendah barulah kasta Hamba atau Ata. Tapi jangan salah, soal perbudakan ini tak pernah muncul jadi perbincangan di masyarakat.

Cerita ini kudapet dari temenku, namanya Surya, yang datang langsung ke Sumba Timur untuk melihat sampai dimana sistem ini berjalan. Nyatanya memang masih kental terasa. Bahkan orang luar pun mesti ikut menikmati kekentalan adat ini lo. Salah satu contohnya, ketika makan atau minum, jangan heran kalo trus piring atau gelas kita beda dengan si empunya rumah. Tuan rumah pake keramik, bagian kita bisa jadi dari plastik.

Nah, salah satu yang disorot temenku ini adalah kehidupan para budak. Mereka yang terpaksa jadi budak karena sudah turun temurun. Ada yang nasibnya baik, tapi ada juga yang buruk. Ada juga maramba alias majikan yang perhatian sama budaknya, ada juga yang memperlakukan budaknya persis kaya budak-budak jaman kiplik tea.

Kebetulan salah satu atau salah dua seri cerita yang dibuat Surya ini, aku yang bacain untuk keperluan on air. Duh, bacanya juga trenyuh bener.. Ada budak yang usianya masih belia, mesti kerja sejak pagi buta sampe senja menjelang. Menggembalakan ternak sang majikan. Ada juga yang bertugas jaga sawah. Makin banyak ternaknya, makin tinggi tingkatan sosial sang maramba atau majikan.

Karena budak ini sifatnya turun temurun, maka ga bisa dielakkan lagi, mulai dari orangtua, trus anaknya, trus ke cucunya dan terus ke keturunan dibawahnya. Di sisi lain, mereka yang berasal dari kasta Maramba, juga berlaku turun temurun. Yang dikhawatirkan dan sering terjadi adalah, hak-hak para kasta Hamba ini tak bisa terpenuhi. Aduh..

Tapi ada juga Maramba yang memperhatikan budaknya. Mereka memperlakukan budak layaknya keluarga mereka sendiri. Dinafkahi pendidikannya sampe dipenuhi hak-haknya. Bahkan ada juga kalangan Maramba yang mesti jungkir balik demi menghidupi keluarga mereka sendiri dan para budak. Karena jika budak menikah atau meninggal, sang majikanlah yang menanggung seluruh biayanya.

Dan tradisi itu masih berlangsung hingga kini..

Thanks Sur, for inspiring this..

0 comments: